[Artikel Kabar 3 "Permasalahan terjadinya Resistensi Antibiotik"]

 Permasalahan terjadinya Resistensi Antibiotik


“Antibiotik ini harus diminum sampai habis ya, bu/pak” Pernahkah teman-teman mendengar kalimat seperti itu saat menerima obat dari apoteker? Mendengar kata antibiotik sepertinya sudah tidak asing lagi bagi kita semua ya. Namun, apa sih antibiotik itu? Antibiotik yang sering kita dengar adalah obat yang dipakai dan digunakan untuk mencegah, mengatasi dan mengobati suatu penyakit karena infeksi bakteri. Antibiotik ini harus diminum sampai habis sesuai dosis yang diresepkan oleh dokter. Hal tersebut dikarenakan jika antibiotik tidak dikonsumsi sesuai arahan, dapat menimbulkan resistensi antibiotik. Selain itu, resistensi antibiotik ini juga dapat disebabkan karena penggunaan antibiotik yang berlebihan. Oleh karena itu, yuk simak artikel PPDC kali ini untuk cari tahu lebih dalam apa itu resistensi antibiotik dan dampak yang dapat ditimbulkannya!

Resistensi antibiotik adalah kondisi dimana bakteri mengalami perubahan respon atau tanggapan terhadap penggunaan obat antibiotik. Bakteri yang sudah mengalami resistensi akan menyebabkan proses pengobatan atau penyembuhan semakin sulit dibandingkan bakteri yang tidak resisten. Dengan semakin sulitnya proses pengobatan tersebut, maka dapat mendatangkan kerugian seperti meningkatnya biaya medis, memperpanjang masa rawat inap di rumah sakit dan bahkan meningkatnya kasus kematian. Beberapa usaha yang perlu dilakukan untuk menanggulangi terjadinya resistensi antibiotik ini diantaranya yaitu perubahan tindakan dan perilaku seperti pencegahan penyebaran infeksi dengan vaksinasi, menjaga kebersihan tangan, serta menjaga kebersihan makanan. Pengembangan obat terbaru juga dilakukan untuk mengatasi bakteri yang sudah resisten terhadap beberapa antibiotik. (World Health Organization. 2020. Antibiotic Resistance”. WHO, 31 Juli 2020.)

Menurut informasi dari World Health Organization, telah diadakan pertemuan organisasi- organisasi internasional mencakup Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), badan-badan internasional dan para ahli. Pertemuan tersebut menghasilkan terbitan laporan yang mengharuskan tindakan secepatnya untuk mencegah atau mengurangi krisis resistensi terhadap obat yang dapat menimbulkan potensi bencana. Dari laporan tersebut, World Health Organization, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), badan-badan internasional dan para ahli mempredikisi bahwa pada tahun 2050 akan terdapat 10 juta kasus kematian akibat resistensi antibiotik. Pada tahun 2030, 24 juta orang akan mengalami krisis ekonomi karena resistensi antibiotik. Saat ini terdapat sekitar 700.000 orang mengalami kematian setiap tahunnya yang disebabkan karena penyakit resistensi obat. Adapun hal-hal yang harus dilakukan oleh setiap negara yaitu:

  1. Mengutamakan rencana aksi atau tindakan nasional untuk meningkatkan biaya dan upaya pengembangan
  2.  Melaksanakan aturan dan mendukung program dalam penggunaan antibiotik yang lebih bertanggung jawab oleh para ahli atau tenaga kesehatan
  3. Investasi terhadap penelitian dan pengembangan teknologi baru untuk mengurangi resistensi antibiotik. (World Health Organization. 2019. New Report Calls For Urgent Action To Avert Antimicrobial Resistance Crisis”. WHO, 29 April 2019.)

Dapat disimpulkan dari pembahasan sebelumnya bahwa resistensi ini dapat meningkatkan kesulitan dalam pengobatan. Selain itu, resistensi ini juga dapat meningkatkan efek samping dari penggunaan beberapa obat. Banyak hal yang mendukung terjadinya resistensi. Pada akhirnya masalah ini akan merugikan baik dari segi kesehatan, ekonomi dan sosial. Terapi rasional, regulasi pemerintah, juga edukasi masyarakat menjadi beberapa poin penting dalam strategi penanganan masalah resistensi ini. (Government of Canada. 2014. “Antibiotic resistance and risks to human health”.)

Melalui penjelasan diatas, dapat membuat kita sadar bahwa resistensi antibiotik ini merupakan hal yang cukup serius. Untuk itu, kita sebagai masyarakat juga perlu turut andil dalam usaha pencegahan dan pengendalian resistensi antibiotik ini. Hal-hal yang dapat kita lakukan diantaranya adalah:

  1. Sebagai individu, gunakanlah antibiotik hanya jika diresepkan oleh tenaga kesehatan bersertifikat dan mematuhi nasihat atau aturan dari tenaga kesehatan tersebut. Selain itu, kita dapat membiasakan untuk mencuci tangan dengan baik, menjaga kebersihan makanan, menghindari kontak langsung dengan orang sakit dan melakukan vaksinasi.
  2. Sebagai tenaga kesehatan, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian resistensi antibiotik yaitu mencegah timbulnya infeksi dengan menjaga kebersihan tangan dan lingkungan, memberikan antibiotik hanya saat dibutuhkan saja, memberikan informasi terkait pemakaian antibiotik yang benar kepada pasien disertai informasi mengenai resistensi dan bahaya penyalahgunaannya.
  3. Dalam industri perawatan kesehatan, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan investasi terhadap penelitian dan pengembangan antibiotik baru, vaksin, diagnostik dan alat lainnya. (World Health Organization. 2020. Antibiotic Resistance”. WHO, 31 Juli 2020.)

Ayo teman-teman kita ikut berpartisipasi dalam pencegahan resistensi antibiotik ini. Sesungguhnya masalah ini bukan hanya sebagai tanggung jawab organisasi-organisasi dunia atau tenaga kesehatan saja, melainkan sebagai tanggung jawab kita semua.

Stay safe dan Salam PPDC!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[Pelatihan III PPDC]

Halo semua, kembali di kegiatan Bidang I SEMA FF-KMUP yaitu Pelatihan III  Pancasila Pharmaceutical Debate Club  (PPDC) yang diselenggarakan...